Saturday, September 8, 2007

Musik dan Tari pengiring


Musik dan Tari pengiring

Utamanya menggunakan alat musik Bali, terkadang ditambahkan dengan pengiring alat musik khas Banyuwangi atau rebana (terbang) kunthulan. Pendek kata, iringan musik dapat digabung-gabungkan. Sedangkan lagu-lagu yang dilantunkan kebanyakan lagu-lagu khas Banyuwangi dengan watak vokal yang lebih mirip Mandarin ketimbang Jawa.

Tarian pengiring atau sebagai pembukapun bermacam-macam, bisa tari Pendet, tari Legong, tari Baris dari Bali, ataukah tari-tarian khas Banyuwangi seperti Jejer Gandrung, Jaran Goyang, Seblang dan seterusnya.

Saya secara keseluruhan baru menonton Janger secara langsung sebanyak 2 kali. Pertama di Banyuwangi sendiri, yang berlangsung hingga Subuh, sedangkan yang kedua di Surabaya, namun selesai pada pukul 11 malam. Dan yang ketiga ini saya saksikan di TVRI Surabaya. Kesenian yang mirip ketoprak namun dipoles ala Bali ini sebenarnya sangat khas, karena merupakan pertemuan antara 3 budaya, hanya saja penampilan dari kelompok-kelompok Janger saat ini kian jarang, dan hanya beberapa kelompok saja yang masih sering melakukan pementasan (kalau ada hajatan pernikahan, khitanan atau hari-hari besar).

Diperlukan revitalisasi terhadap setiap kesenian tradisional yang kian ditinggalkan anak mudanya sebagai dampak globalisasi yang mengarah pada westernisasi pada kulitnya saja ini. Jika tidak, maka semua kesenian tradisional hanya akan tinggal sejarah.

Bagaimana Janger menjawab arus perubahan jaman? Itu yang menjadi pertanyaannya, dan jawaban hakikinya ada pada masyarakat Banyuwangi sendiri.
Musik BALI memang eksotis. Banyak musisi dunia yang jatuh cinta dengan budaya Bali dan musiknya. Mulai dari kelompok Fourplay, dengan Bali Run-nya, hingga Midori, musisi asal Jepang dari genre new age yang tampil meditatif di album Bali: Reflections Of A Tranquil Paradise.

Kamis (13/3) pekan lalu, bertempat di Erasmus Huis, Jakarta, kelompok jazz asal Swiss, PoDjama, dan kelompok musik Bali, Saraswati, tampil memukau penonton. PoDjama, yang pernah berkolaborasi dengan musisi-musisi Kuba dan Maroko, mencoba menawarkan sebuah rasa baru: Jazz Meets Gamelan.

Perpaduan ini cukup menarik untuk disimak. Saraswati, yang tampil dengan pendukung lengkapnya, berhasil menunjukan ritme musik Bali -- juga tarian, yang enerjik dan ritmis. Begitu pula PoDjama, yang tampil "malu-malu" mengawinkan konsep diatonik dan konsep musik mayor-minor yang dikenal dalam jazz (musik Barat).

Pertemuan Saraswati dan PoDjama yang sangat singkat -- hanya beberapa hari sebelum pertunjukan, agaknya menjadi salah satu kendala bagi mereka untuk bisa bereksplorasi lebih jauh. "Kami hanya memiliki sedikit waktu. Untunglah kita cepat beradaptasi dan bisa saling mengisi," ujar I.G. Kompiang Raka.

Claude Schneider, gitaris yang didukung oleh vokalis bersuara alto, Anne Florence Schneider, dan pencabik bas Jean-Pierre Schaller, memang berhasil mendatangkan ratusan penonton. Sekalipun roh musik Bali lebih dominan, paling tidak, Claude dan trionya telah mengangkat musik Bali dengan pendekatan yang berbeda. Dan jazz adalah medium yang mereka jadikan alat komunikasi dengan penonton.

Di akhir pertunjukan yang dihiasi oleh 10 komposisi dan dua buah tarian itu, Claude tampak puas. Lalu, mengapa musik Saraswati tampak dominan malam itu? "Kami ingin memberikan kesempatan kepada Saraswati untuk lebih mengekspresikan diri," ungkap Claude yang tertarik untuk mengajak kelompok Saraswati untuk tampil di Swiss.

Komposisi-komposisi yang disajikan malam itu digarap bersama-sama secara marathon. Di antaranya Janger Bali, Gamelan Duo, Ginam, The Power of Love, Manukrawa, dan Danurdara. Dua tarian, yaitu Saraswati dan Goro Merdawa, tampak menyatu dengan konsep musik yang ditawarkan.

Rencananya, seperti diungkapkan oleh Claude dan I.G. Kompiang Raka, proses rekaman dari kolaborasi mereka akan dilakukan mulai 14 Maret. Itulah terobosan menarik yang dilakukan oleh Saraswati dan PoDjama sebelum tampil bareng di Swiss.

Langkah awal pihak Kedutaan Besar Swiss di Jakarta memproduksi acara ini layak diacungi jempol. Swiss memang tak hanya identik dengan keindahan alam dan tradisi perbankannya yang legendaris. Swiss juga punya sebuah kelompok musik bernama PoDjama.

No comments: